Kultum Hubungan Puasa Ramadhan dengan Jumatan
Puasa sesungguhnya sebuah cara untuk mencetak pribadi mukmin menjadi semakin bertakwa, ada benarnya kita selalu mengingat bahwa puasa adalah sarana (washilah) bukan tujuan (ghayah), sebagaimana jumatan kali ini juga selalu memperbarui taqwa dan menambah kualitas taqwa jumat demi jumat, karena itu salah satu kwajiban bagi khatib untuk berpesan ketaqwaan setiap khutbahnya. Coba bandingkan antara ayat yang berbicara kewajiban puasa dengan panggilan untuk melaksanakan sholat Jumat di bawah ini:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (QS. al-Baqarah: 183)
Wahai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum`at, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” ( Al-Jumu`ah : 9)
Dalam panggilan ayatnya pun mempunyai kesamaan yang jelas, sama sama diwajibkan bagi orang-orang yang beriman, menegaskan kepada kita semua, bahwa orang yang beriman tidak mampu untuk melaksanakan jumatan dengan benar sebagaimana orang yang bukan mukmin tidak bisa melaksanakan puasa sejati lahir dan bathin.
Bila puasa hanya menahan lapar dan dahaga maka tak perlu diwajibkan kepada insan beriman saja, karena mahkluk sejenis hewan[un mampu melaksanakannya. Makna lebih dalam dari puasa adalah puasa bathin, mengunci rapat semua hati berfikir duniawi disertai fokus mengingat Allah sebagai bahan makanan ruhaninya. Puasa bathin tidak bisa dibatalkan dengan berbuka ketika bedug maghrib tiba, puasa bathin akan langgeng sepanjang hayat, itulah makna puasa sejati bagi orang mu’min.
Ramadhan menjadi memen penting dalam berdialog dengan diri sendiri, dengan bathin dari segala kototaran duniawi yang menghinggapinya, sebagaimana Jum’atan khsyu’, yang kekhusyu’annya tidak akan tercampur oleh riuh rendah manusia sekelilingnya, rela meninggalkan pekerjaannya sementara untuk menghadap Allah ta’ala. Kekhusyu’an tersebut akan membersihkan noda bathin dan memperbarui kembali nilai taqwa setiap minggunya, kira kira seperti itulah makna puasa dan tujuannya, karena itu KULTUM PUASA RAMADHAN DAN JUMATAN laik untuk diperdengarkan.
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (QS. al-Baqarah: 183)
Wahai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum`at, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” ( Al-Jumu`ah : 9)
Dalam panggilan ayatnya pun mempunyai kesamaan yang jelas, sama sama diwajibkan bagi orang-orang yang beriman, menegaskan kepada kita semua, bahwa orang yang beriman tidak mampu untuk melaksanakan jumatan dengan benar sebagaimana orang yang bukan mukmin tidak bisa melaksanakan puasa sejati lahir dan bathin.
Bila puasa hanya menahan lapar dan dahaga maka tak perlu diwajibkan kepada insan beriman saja, karena mahkluk sejenis hewan[un mampu melaksanakannya. Makna lebih dalam dari puasa adalah puasa bathin, mengunci rapat semua hati berfikir duniawi disertai fokus mengingat Allah sebagai bahan makanan ruhaninya. Puasa bathin tidak bisa dibatalkan dengan berbuka ketika bedug maghrib tiba, puasa bathin akan langgeng sepanjang hayat, itulah makna puasa sejati bagi orang mu’min.
Ramadhan menjadi memen penting dalam berdialog dengan diri sendiri, dengan bathin dari segala kototaran duniawi yang menghinggapinya, sebagaimana Jum’atan khsyu’, yang kekhusyu’annya tidak akan tercampur oleh riuh rendah manusia sekelilingnya, rela meninggalkan pekerjaannya sementara untuk menghadap Allah ta’ala. Kekhusyu’an tersebut akan membersihkan noda bathin dan memperbarui kembali nilai taqwa setiap minggunya, kira kira seperti itulah makna puasa dan tujuannya, karena itu KULTUM PUASA RAMADHAN DAN JUMATAN laik untuk diperdengarkan.
Kultum Hubungan Puasa Ramadhan dengan Jumatan
Reviewed by Admin
on
November 22, 2017
Rating:
Tidak ada komentar: